Akhirnya
adik-adik Jendela Jakarta belajar menari juga, membuat mereka belajar menari
terutama tari tradisional merupakan salah satu impian aku. Yup, gak
tanggung-tanggung, adik-adik kami langsung belajar Tari saman. Hari Minggu, 9
Juni 2013, adik-adik di Manggarai bersama kakak-kakak Jendelist (mereka juga
antusias banget) belajar tari Saman yang diajarkan oleh Kak Gendis Wulan (teman
dari teman aku).
Kenapa
sih milih tari Saman? Kenapa gak tari Jaipong atau tari lainnya? Itu
dikarenakan di minggu yang lalu mereka (adik-adik Jendela Jakarta) sudah
belajar tentang Aceh, baik geografis, sejarah maupun kebudayaannya. Salah satu
kebudayaan dari Aceh “ Serambi Mekah” adalah tari Saman, dan tarian tersebut
adalah warisan dunia yang sudah diakui oleh Unesco pada tanggal 24 November
2011.
Aku
bertugas sebagai PJ di kegiatan tersebut bersama Kak Happy J . Tugas kami dbagi menjadi
dua, aku mendapat tugas mencari kakak yang bisa ngajarin Tari Saman ke adik-adik
dan Kak Happy yang menceritakan kembali mengenai Tari Saman ke adik-adik.
Perjuangan untuk dapatin kakak pengajarnya bisa dibilang agak susah L Tadinya teman dekat aku
yang mau ngajarin dan sudah bilang oke, tapi beberapa hari kemudian, dia
terpaksa membatalkan dikarenakan ada urusan kantor. Setelah itu, aku bersama
Kak Andi berusaha mencari kakak pengajar dengan memasang status di BBM dan
Twitter, beberapa lama kemudian salah satu teman SD aku mengatakan kalau dia
punya teman yang bisa ngajarin Saman. Setelah dikenalkan dengan Kak Gendis,
akhirnya Kak Gendis setuju untuk mengajarkan tari Saman di perpus Manggarai
pada hari minggu kemarin.
-Hari H-
Aku,
Ofi, Kak Gendis dan pacarnya sampai di Perpus sekitar jam 11.30 dan langsung
disambut oleh adik-adik dan Kak Andi, Kak Happy serta ada Kak Indri, temannya
Kak Happy. Kak Gendis langsung mengajak adik-adik untuk belajar Tari Saman di
dalam perpus. Aku dan Kak Happy mengatur barisan adik-adik dan kakak-kakak
Jendelist menjadi 2 barisan panjang sehingga memudahkan bergerak pas tarian
dimulai.
Adik-adik
pun mulai menari, “dum dam dum dam dum
dam” itu adalah suara adik-adik dan kakak-kakak Jendelist dalam mengatur ritme
tangan . Tidak lama kemudian, adik-adik sudah mengeluh kesakitan dikarenakan
duduk dalam tari Saman itu harus bersila, tetapi Kak Gendis memberi tahu
rahasia kalau menggunakan kaos kaki akan mengurangi kesakitan yang diakibatkan
oleh sikap duduk yang tidak biasa tersebut. Akhirnya anak-anak pun mengambil
kaos kaki di rumah masing-masing tetapi kakaknya hanya menghela nafas karena ga
bawa kaos kaki .
Tidak
terasa sudah jam 2 siang (Kak Gendis da acara lain jadi harus pulang cepat)
sehingga kegiatan Tari Saman ini diharuskan berakhir. Tetapi di akhir acara,
ada pembagian hadiah dari Kak Happy ke Yuni dan Anis, karena mereka masih sabar
buat belajar Tari Saman sampai akhir. Bahkan Kak Gendis sendiri berpesan ke aku
loh kalau Anis itu ada ketertarikan sendiri ke tarian dan dia gampang mengingat
gerakan (dalam hatiku , aaahhhhh sudah dapat 1 passion/minat dari adik Anis.
Kalau
menurut Kak Happy, Tari Saman itu sendiri bisa menumbuhkan kekompakan dan dapat
membuat kita (kakak Jendelist dan adik-adik) ingin melestarikan tarian
tersebut. Jadi, yuk kita cintai budaya Negara ini yang beranekaragam dari
Sabang sampai Merauke dan berusaha untuk melestarikan dengan hal-hal yang
dimulai dari sederhana.
Sekian cerita aku mengenai kegiatan Tari
Saman .
Terima Kasih.
-yantiEya-
17062013
17062013